Dia dan Waktu
Senja, dimana lekuk kakiku mulai menunjukkan kemalasannya,
Hanya duduk sembari mata dan telingaku bekerja,
Melintas suara-suara tentang NII dan segala yang mereka bicarakan,
Tapi ada yang lebih menarik perhatian,
Itu semua bualan tidak penting,
Tapi dia,
Bocah kecil yang tak lebih hanya seorang anak-anak,
Yang semasaku dulu sangat gemar bertualang dan menantang,
Tapi petualangan hidupnya lebih berat,
Bahkan meski hanya dalam sekilas mataku menangkap ceritanya,
"Dari jalan ke jalan, gang menuju gang
Dan berhenti didepan kampusku,"
Kualihkan pandanganku darinya,
Jujur, nurani ku tersambar oleh senyumnya,
Untung saja sebuah topi menutupi matanya,
Ku tak ingin pikiranku memunafikan hatiku yang terlanjur berair,
Rasanya aku merindukan Ibuku,
Seperti sebuah film yang berputar di dalam pikiranku,
Ku lihat betapa berharganya masa kecilku
Dan disitulah wajah Ibu terlihat
Seperti terdiam dalam dunianya sendiri,
Kuharap dia memiliki sedikit kebahagiaan masa kecil
Tulisan ini hanyalah sekadar kemunafikan hatiku, idealisme dan api jiwaku yang ku koar koarkan di kampus diruntuhkan. Penjual siomay itu benar-benar membuka mata hatiku, melembutkan egoku, membelai keras nya kepalaku. Di sebuah scene, di sebuah senja, di depan hadapanku sendiri. Seperti syair lagu Iwan Fals "anak sekecil itu berkelahi dengan waktu..." , Aku hanya menggenggam erat kepal tanganku, dan jika aku wanita aku akan menangis.
This entry was posted
on Rabu, 11 Mei 2011
at 02.57
and is filed under
Pemikiran Malam
. You can follow any responses to this entry through the
comments feed
.